“ Kok aku sih kak ? Kenapa ga yang lain aja. Aku ga bisa kak ! “ Tolakku.
“ Apa kamu punya hak melawan perintah Dekan ? Kamu terpilih untuk menjadi mentor mereka karena kamu di nilai yang terbaik, lagipula kamu kan pergi bersama angkatan kamu. “
“ Aku tau kak, tapi kan mereka anak sore. “
“ Terus ? Ada masalah kah ? “
Aku terdiam dan kak Valen pun langsung berlalu begitu saja.
Huuuufffttt....
Aku menarik nafas panjang. Fakultasku memang rutin tiap tahun melakukan kunjungan lapangan untuk mahasiswa semester lima dan tahun ini kini giliran angkatan aku. Tapi, yang melakukan kunjungan itu adalah mahasiswa sore dan aku yang terpilih menjadi mentornya. Itu artinya aku dan Abay akan bersama selama sebulan penuh. Fikiranku pun melambung jauh, menerawang tiap langit – langit kantin.
Aku belum siap untuk bertemu Abay kembali setelah kami berpisah enam bulan yang lalu. Masih ada rasa sakit yang terasa di dalam, sakit akibat perselingkuhan yang di lakukan oleh Abay bersama Iis, teman sekelasnya.
Vivi dan Mia yang dari tadi memperhatikanku pun heran dengan sikapku yang tiba – tiba menjadi diam. Dan tak terasa airmataku jatuh tak tertahan. Vivi pun langsung mengajakku ke Mushallah, di sana kedua sahabatku memelukku. Aku pun menangis dalam pelukkan mereka, meluapkan semua yang ada. Setelah merasa tenang baru aku melepaskan pelukannya.
“ Kita tau ini ga sulit buat lo Lan, tapi ini perintah Dekan. “ Mia mengawali pembicaraan.
“ Tapi, apa ia Abay ikut ? Kan itu di pilih dan hanya ada 10 orang yang ikut. Lebih baik kita ke ruangan Senat untuk memastikannya. “ ujar Vivi.
Seperti apa yang di katakan Vivi, kami pun langsung menuju Senat untuk memastikan siapa saja yang akan ikut. Setiba di Senat ternyata nama – nama tersebut belum keluar masih ada di Dekan untuk di tindak lanjuti.
* * *
Seminggu kemudian .....
“ Maaf mengganggu waktu belajar kalian. Seperti yang kita ketahui bahwa fakultas kita setiap tahun untuk semester lima akan melakukan kunjungan lapangan ke daerah – daerah untuk mengasosialisasikan setiap apa yang telah di serap. Nah, tahu ini angkatan kalian yang akan melakukannya. Dan kali ini kalian akan melakukan di desa Kolai, Sulawesi Selatan. “ ucap kak Valen, selaku ketua Senat
“ Maaf kak, aku mau tanya siapa aja yang terpilih ? “ tanya Mia
“ Ada yang beda dari tahun sebelumnya. Karena kita akan melakukan di desa terpencil dan gak gampang di masuki oleh orang asing maka Senat memutuskan untuk menggabung antara anak pagi dan anak sore dengan mentor Asma Wulansari. Daftar nama yang ikut udah ada di Senat, silahkan kalian ke sana untuk mengetahui siapa aja yang ikut. Demikian pemberitahuan ini. “
Usai pengumuman tersebut kami pun kembali melanjutkan pelajaran yang tertunda. Sedangkan aku mulai tak dapat berkonsentrasi, kata – kata kak Valen masih begitu melekat dalam telingaku. Menendang – nendang gendangnya, menusuk ke dalam otakku hingga membuat aliran keringat harus deras mengalir di tubuhku padahal aku sedang berada di ruangan ber – ac.
Akhirnya usai juga Akuntasi Lanjutan, aku langsung membereskan semua peralatanku. Pak Anton masih ada di ruangan, tapi aku tak peduli. Aku langsung memaksa kakiku untuk melangkah bersama detak jantung yang tak menentu. Vivi dan Mia yang berada di belakangku membiarkan aku menata nafasku yang tak karuan menuju ruang Senat. Tiba di sana, aku mulai menelusuri nama – nama yang terdaftar untuk ikut kunjungan lapangan itu.
DAFTAR NAMA – NAMA PESERTA KUNJUNGAN LAPANGAN
Fakultas Ekonomi / Priodi Akuntansi 2009/2010
Mentor : Asma Wulansari ( 040902503125013 )
Anggota :
- Vivi Lintang Dharma ( 040902503125089 )
- Miana Endhita ( 040902503125021 )
- Lestari ( 040902503125067 )
- Rani Putri ( 040902503125004 )
- Ambarawati ( 040902503125015 )
- Muhammad Abay ( 040902503125019 )
- Aprianto ( 040902503125039 )
- Angga Saputra ( 040902503125050 )
- Antoni Silalahi ( 040902503125087 )
“ Atagfirullah ! Ya Allah, kuatkanlah aku. Mereka ikut terpilih dan itu artinya aku harus ikhlas melihat kemesraan mereka. Sanggupkah aku menjalankannya selama sebulan ? “ ucapku sambil memeluk Vivi yang dari tadi memegangi pundakku.
“ Aku ngerti perasaan kamu saat ini, tapi kamu tak dapat sembunyi terus. Lagipula ada Lestari dan kita akan selalu bersama. “ Vivi menguatkan aku.
Mungkin Vivi ada benarnya juga, sudah terlalu lama aku terpuruk dalam kisah cintaku. Aku memang sangat mencintai Abay, tapi kalau ingat apa yang telah di lakukan rasanya sangatlah sakit. Lagipula aku tak boleh terus – terusan seperti ini. Kami satu kampus, satu fakultas, satu jurusan, dan satu dosen pembimbing. Kalau aku terus ikuti hatiku yang maunya menghindar dari mereka maka aku akan semakin terpuruk dengan nasibku. Aku harus bangkit !!!
Memang sulit melupakannya karena Abay begitu berarti dalam hidupku. Dialah yang selama ini mengajarkanku tentang arti cinta, tapi kenapa dia sendiri yang menodai cintai itu sendiri. Hhhuuufffttt……
* * *
“ Wulan, hari ini jadi ngebicarain tentang keberangkatan kita ? Anak – anak udah pada nanyain loh, inget qmkan mentor ? “ ucap Vivi saat baru datang.
“ Ia aku ga lupa kok, nanti jam 5 kita kumpul di Senat ! “ perintahku.
Karena ini gabungan dengan anak sore jadi kami mengalah, rapat pleno harus di laksanakan ketika mereka pulang dari kantor. Hari ini akan menjadi hari pertamaku bertemu dengan Abay setelah kami putus beberapa bulan yang lalu.
Untungnya hari ini kuliahku usai sampai jam empat, jadi aku tak perlu menunggu lama. Usai kuliah akupun langsung menuju Senat, di sana sudah ada Lestari, Vivi, juga Mia. Di semester ini banyak mata kuliahku yang harus pisah dengan Vivi dan Mia, sedangkan Lestari pindah ke sore.
“ Lan, yang tabah ya ! Gw tau ini ga gampang buat lo, harus kerjasama dengan Abay juga selingkuhannya. “ Ucap Lestari ketika melihat aku.
Tak lama kemudian Ambar bersama Abay tiba, melihat kemesraan mereka membuat aliran darahku mulai mendidih, Vivi, Mia, dan Lestari segera menggenggam tanganku. Aku tahu mereka sedang berusaha untuk menenangkan diriku.
Tepat pukul lima sore semua kumpul di Senat seperti yang telah di sepakati. Dan aku pun langsung mulai membuka rapat. Sebagai mahasiswi yang di percayakan oleh Dekan untuk menjadi mentor, maka aku harus berusaha untuk bersikap netral. Aku harus pisahkan masalah pribadi dengan masalah umum walaupun hatiku sangat sakit melihat mereka bersama.
“ Teman – teman makasih ya udah nyempetin waktu buat ke sini. Kalian udah persiapin semuanya kan ? “ Ucapku mengawali kata.
Tanganku tak lepas dari genggaman Vivi dan Lestari karena tepat di hadapan aku ada Abay bersama Rani. Entahlah sesekali kami saling memandang, ada rasa rindu mulai menggelitik hatiku. Ingin sekali aku memeluknya,tapi aku harus sadar bahwa dia telah menjadi milik Ambar. Namun, ada yang aneh ! Jika mereka pacaran kenapa mereka duduk berjauhan ? Apa mereka sedang bertengkar ? Ah, itu bukan urusanku. Aku harus fokus pada kunjungan ini.
“ Berhubung Ayahku bekerja di pelabuhan, maka Beliaulah yang akan membantu kita besok. Rumah aku di Bekasi, jadi kita akan berangkat dari sana. Kemarin aku sudah sms kan untuk membawa perlengkapan kalian ? “ lanjutku.
Ttoookkk… tttooookk….
Pak Asep, Office boy fakultas mengetuk pintu Senat. Beliau memberitahu bahwa bis kampus telah siap mengantar kami ke rumahku. Tak banyak kata aku pun langsung mengajak semuanya ke bis.
Selama perjalanan ke rumah, aku banyak diam. Vivi, Lestari, Mia, juga Rani berusaha menghiburku. Tapi, aku sulit sekali tersenyum. Apalagi persis di belakang bangkuku ada Abay bersama Ambar. Ya Allah, kuatkanlah hamba-Mu ini !
Karena jalanan di Jakarta sangat padat sehingga kami harus nikmati kemacetan yang cukup panjang. Itu artinya menambah waktuku untuk harus berusaha tidak menangis di depan Ambar dan Abay. Dan setelah dua jam lebih perjalanan yang di tempuh, maka tibalah juga di rumah.
Aku mempersilahkan teman – temanku untuk masuk dan membiarkan mereka istirahat. Karena kamar di rumah hanya ada tiga maka yang pria harus rela tidur di ruang keluarga beralaskan karpet. Sedangkan Ambar dan Rani tidur di kamar adikku. Aku, Vivi, Lestari, dan Mia tidur di kamarku.
“ Lan, kita tukeran yuk ! Gw ga biasa tidur pake kipas angin. “ Pinta Ambar.
“ Eh, ini kan rumahnya Wulan kok jadi lo yang atur sih ? “ bantah Lestari.
“ Udah, gw ga apa – apa kok ! Lo mau di sini ? Ya udah biar gw tidur di kamar ade gw aja bareng Rani. “ ucapku mengalah.
“ Tapi Lan,,,,,,,,, !!! “ aku langsung memotong pembicarannya Mia.
Aku tahu teman – temanku akan membelaku,tapi aku lagi tidak mau berdebat. Apalagi harus debat bersama Ambar. Mengalah adalah satu – satunya caraku untuk berdamai dengan perasaanku yang semakin tidak jelas.
* * *
Esok pagi…..
Kamipun bersiap – siap menuju pelabuhan. Ayahku telah menunggu disana karena memang dari kemarin Beliau lembur. Masih di antar bis kampus, kamipun melaju ke tujuan.
Tiba di pelabuhan, Ayahku telah menyiapkan tempat untukku. Aku dan teman – teman pamit karena kapal akan segera berangkat. Ketika Aahku telah berlalu, tiba – tiba Ambar kembali buat ulah.
“ Lan, gw di pojok dong biar bias liat laut ! “ ucapnya.
“ Lo ini apa – apaan sih Bar ? Jelas – jelas Ayahnya Wulan ngasih tempat ini buat Wualn. Kita tuh harus ngalah karena Wulan udah bantuin. “ Kali ini Rani angkat bicara.
Aku tahu ketiga temanku pun pasti ingin ikut bicara. Untuk mencegahnya, aku bergegas pindah dan mempersilahkan Ambar di tempatku. Ketiga sahabatku hanya dapat bengong melihat tingkahku.
Usai merapihkan koper, aku langsung pamit untuk menunaikan shalat dhuzhur di mushallah yang berada di dek 4. Usai shalat aku tak langsung kembali, aku putuskan untuk duduk santai di café sambil menikmati sepoi angin yang sedang genit dengan jilbabku. Kapal ini memiliki banyak fasilitas yang sama seperti di darat, hal ini di buat agar penumpang tidak merasa bosan karena berada di hamparan lautan luas selama berhari – hari. Ini saja untuk ke Makassar harus butuh waktu 3 hari 2 malam karena singgah ke Surabaya dulu.
“ Ya ampun, ternyata lo di sini ? Kita semua nyariin lo tau. Gw kira lo mau loncat, maen ma lumba – lumba. “ ucap Mia.
“ Sory gw hanya mau sendirian dulu. Tiap kali naik kapal, gw pasti ke sini. Di sini gw bias ngerasain semuanya, gw bisa luapin semua yang ada di hati gw di temani ma angin. Bahkan sesekali lumba – lumba datang untuk menyapa. “ balasku.
“ Lan, ayolah ! Lo kalo gini terus berarti kalah dong ? Gw ga suka punya teman ngalah kayak gini. Abay itu ga tau terima kasih banget. “ ucap Lestari berapi – api.
Aku hanya terdiam menikmati angin yang sedari tadi mengajakku bermain, melukis wajahnya dalam hamparan langit biru. Hingga tak terasa alunan merdu sang Muadzin memanggil – manggil untuk segera menunaikan kewajibanku. Dan masih dalam diamku, aku meninggalkan teman – temanku menuju Mushallah.
Segarnya wajahku setelah di cumbu oleh air wudhu, aku pun segera membetulkan jilbabku agar mahkotaku tak terlihat oleh yang bukan haknya. Keluar dari tempat wudhu, aku berpasasan dengan Ambar yang sedang bergelayutan mesra pada lengan Abay. Aku harus kuat, Alhamdulillah Rani yang melihat keadaan itu segera langsung membawaku masuk ke dalam Mushallah.
“ Lan, menangislah di sini ! Adukan semua gundah yang tersimpan di hatimu. Aku tau betul sakitnya kamu. “ ucap Rani.
“ Makasih ya, Ran ! “ aku pun langsung memeluknya dan airmata aku jatuh di bahunya.
Aku bersyukur karena aku tak sendiri dalam menjalankan kisahku ini. Ada Vivi, Rani, Lestari, dan juga Mia yang selalu menguatkan aku. Membelaku tanpa aku meminta, mereka begitu tahu apa yang aku rasa.
* * *
Tak terasa sudah 2 hari kami berada di kapal, itu artinya besok kami akan bersandar di pelabuhan Hasanuddin, Makassar. Seperti kemarin, malam ini usai shlat magrib aku ke kafe untuk menikmati malam yang bertabur bintang di atas hamparan lautan yang biru. Mencoba menyapa lumba – lumba hanya untuk sekedar mengucapkan selamat malam.
Tiba – tiba terdengar suara kaki melangkah ke arahku, ketika aku menoleh ke belakang ternyata sosok itu adalah Abay. Ya Muhammad Abay. Wajahnya sangat jelas ketika rembulannya menyorotnya. Jantungku terhenti kesekian detik, nafasku berpacu ke garis finis, keringatku berebutan untuk keluar dari tubuhku. Langkahnya semakin dekat dan aku tak punya kesiapan. Aku berharap ada sahabat – sahabatku yang datang menolongku.
“ Sendirian aja, Lan ? “ sapanya.
“ A… aku… aku hanya ingin sendirian. “ ucapku dengan grogi.
Gggglllleeeekkk…..
Aku menelan liurku untuk melegakan tenggorokanku. Ya Allah, apa yang akan dia lakukan ? Bagaimana jika Ambar melihatnya ? Aku tak mau menyakitinya ? Bantu aku keluar dari situasi ini….
“ Pemandangan di sini sangat indah dan romantis. Pantes kamu bias berlama – lama di sini. Oia, gimana kabar kamu ? Sejak bertemu kemarin aku tak pernah punya waktu untuk sekedar menyapa. “
“ Oh, ga apa – apa kok Bay ! Alhamdulillah kabar aku baik, sedangkan kamu ? Kita bicara begini apa Ambar tau ? “
“ Syukurlah kalo kamu baik – baik aja. Ambar tau kok kalo aku ke sini bahkan dia yang menyuruhku untuk ke sini. “
Apa ? Ambar menyuruhnya untuk menemuiku ? Apa maksudnya ? Aku tak dapat sembunyikan rasa kagetku saat aku tahu bahwa kedatangannya karena perintah Ambar.
“ Lan, aku mau bicara ma kamu. Ini tentang kita ! “
“ Tentang kita ? Tak ada lagi yang harus kita bicarakan sejak kamu meninggalkanku enam bulan yang lalu. Semua telah berakhir. “
“ Jangan pernah ucapkan kata berakhir, Lan ! “
Abay hentikan bicaranya dan menghela nafas. Kami terdiam sejenak, sedangkan aku masih sibuk mengatur nafas sambil menengok kalau – kalau Ambar datang. Aku tak mau Ambar salah sangka padaku.
“ Aku masih mencintaimu, Lan ! Aku mau kita seperti dulu. Aku yakin kamu pun masih punya rasa padaku. “
“ Apa ? Maaf Bay, aku tak bisa. Semua udah selesai saat kamu memilih Ambar dan meninggalkanku. “
Tiba – tiba dia memelukku. Ya Allah, pelukkan ini masih sama seperti enam bulan yang lalu. Masih hangat dan tenangkan jiwaku. Tapi, aku harus lepas karena dia kini bukan milikku lagi.
“ Maaf Bay, aku bukan milikmu lagi karena kamu telah ada yang punya. Kamu jangan sakitin Ambar karena aku tau dia sangat berarti buat kamu. “
“ Ga Lan, jangan pernah lagi lepas dari pelukkanku. Maafkan aku yang telah salah menilai cintaimu. “
Abay pun mulai ceritakan alasannya kenapa meninggalkanku. Ternyata semua ini hanyalah sebuah kesalah fahaman. Waktu itu aku dan Abay janjian untuk nonton. Karena Abay masih kerja maka aku menunggunya di bioskop. Sampai film yang ingin kami tonton habis, Abay tak kunjung datang. Berkali – kali aku menelponnya, tapi handphonenya mati. Keesokan harinya aku kerumahnya, ibunya bilang kalau dia pergi bersama Ambar.
Aku putuskan untuk menunggunya dan menjelang malam diapun akhirnya pulang. Bukan sambutan yang hangat yang aku dapat, tapi kata putus terlontar begitu saja darinya. Semua membuatku seperti tertusuk oleh pedang, kalah di tengah peperangan dan seketika airmataku jatuh.
“ Aku tak pernah ada hubungan dengan siapa pun sejak itu bahkan dengan Ambar. Ia hanyalah teman bagiku karena dia tau hanya kamu yang sangat berarti untukku. Lan, maafkan aku karena tak mempercayai cintaimu. Ketika aku ingin menemuimu di bioskop, tiba – tiba Dika datang memberitahukan bahwa kalian pernah tidur bersama. Saat itu aku cemburu dan sangat marah. “
“ Kenapa kamu percaya padanya ? Kenapa kamu tak bertanya padaku ? “
“ Aku ceritakan semuanya pada Rani, Apri, dan Bintang. Kemudian tanpa sepengetahuanku mereka mencari tahu kebenarannya. Beberapa hari yang lalu Apri ke rumah membawa semua bukti – bukti yang menunjukkan kamu telah di fitnah. “
“ Dan kamilah yang meminta Ambar untuk merencanakan ini semua. Maafin kami, Lan ! Kami tau kalian saling mencintai makanya kami berusaha untuk mempersatukan kalian lagi. “ ucap Bintang.
Ternyata sejak dari tadi mereka berdiri di tangga. Aku yang tak dapat menahan airmataku langsung menangis dalam pelukkan Mia.
“ Lan, maaf ya udah buat kamu cemburu. Gw ma Abay hanya teman kok. “ sambung Ambar.
Aku pun langsung memeluknya. Malam yang indah. Tiba – tiba Abay berlutut di hadapanku. Semua orang melihatnya dengan aneh. Apa yang akan dia lakukan ? Dia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah. Perlahan kotak itu dia buka dan isinya adalah sebuah cincin.
“ Bismillahirohmani rohim ! Lan, Maukah kamu menikah denganku. Menemani sisa hidupku dalam suka dan duka bersama membangun mahligai cinta. Menjadi ibu dari anak – anakku kelak ? “
“ Cccciiiieeee….. !!!! “ sorak semua teman – teman membuatku tersipu malu.
“ Udah sih Lan, apa lagi coba yang lo fikirin ? Bukankah ini yang lo mau ? Udah terima aja, kita semua ngedukung tau. “ Bujuk Vivi.
“ Bismillahirohmani rohim ! Aku mau menjadi makmum, tuntun aku menuju Ridho-Nya. Bersama menggelar sajadah cinta, bertasbih dendangkan keagunggan-Nya. Bawa aku ke syurga cintamu dan jadikan aku bidadari di hatimu. “
Abay pun langsung memasangkan cincin itu ke jemari manisku, di saksikan oleh – temanku. Bulan dan bintang tersenyum manis padaku, lautan biru turut bahagia, dan awan putih gambarkan cinta kami. Tak lupa Abay mencium keningku dan memelukku.
“ Berjanjilah jangan pernah lagi lepaskan pelukanmu karena tak akan sanggup jalani hidup ini tanpa pelukanmu. “
“ Aku janji, aku takkan pernah lepaskan pelukan ini karena aku mencintaimu atas nama pemilik rasa ini. “
Teman – teman meninggalkan kami berdua. Melewati malam dalam pelukan sang arjuna. Tak terasa malam semakin larut karena kami belum shalat Isya, Abay pun mengajakku untuk shalat berjama’ah.
“ Ya Allah, jangan pernah izinkan aku melipat sajadahku tanpanya. Biarkanlah kami berada di atas sajadah ini, bersama menuju Ridho-Mu. “
THE END
Posting Komentar